Dalam sebuah forum debat terbuka, seorang muslimah bertanya kepada
pendeta yang menjadi narasumber, adakah orang yang hafal Alkitab
sebagaimana banyak muslim yang hafal Al Qur’an?
Bukannya menyajikan fakta atau alasan rasional, jawaban pendeta
tersebut justru terkesan merendahkan Al Qur’an. Ia menyebut Al Qur’an
mudah dihafal karena sangat tipis.
“Di dunia ini tak mungkin ada orang yang hapal Alkitab di luar
kepala. Sejenius apa pun orang itu, tidak mungkin baginya hapal Alkitab
di luar kepala, sebab Alkitab itu adalah buku yang sangat tebal, jadi
sulit untuk dihapal. Berbeda dengan Al Qur’an. Al Qur’an adalah buku
yang sangat tipis, makanya mudah dihapal,” jawab pendeta bertitel doktor
teologi itu.
Mendapati jawaban ini, H. Insan LS Mokoginta ‘merebut’ mic dari muslimah tersebut dan melanjutkan pertanyaan.
“Maaf pak Pendeta, tadi bapak mengatakan bahwa Al Qur an adalah buku
yang sangat tipis, makanya gampang dihapal di luar kepala. Tapi pak
Pendeta, setipis-tipisnya Al Qur’an itu ada sekitar 500 s/d 600 halaman,
jadi cukup banyak juga lho!! Tapi kenyataannya di dunia ini ada jutaan
orang yang hapal Al Qur’an di luar kepala. Bahkan anak kecil pun banyak
juga yang hapal di luar kepala, walaupun artinya belum dipahami.
Sekarang saya bertanya kepada pak Pendeta, Alkitab itu terdiri dari 66
kitab bukan? Jika pak Pendeta hapal satu surat saja di luar kepala (1/66
saja), semua yang hadir di sini jadi saksi, saya akan kembali masuk
agama Kristen lagi!”
Mendengar pertanyaan dan tantangan ini, forum menjadi tegang.
Kalangan muslim khawatir pendeta tersebut benar-benar hafal karena
konsekuensinya sangat berat, Insan harus masuk Kristen lagi. Namun
ketegangan juga tampak dari wajah pendeta dan pendukungnya. Ada beberapa
pendeta yang hadir pada saat itu, mereka semua terdiam dengan wajah
menegang. Ternyata tak ada yang hafal Alkibat walau satu ‘surat’.
Mengetahui para pendeta tak ada yang hafal, Insan menurunkan tantangannya. Tak perlu satu ‘surat’, cukup satu lembar saja.
“Maaf pak Pendeta, usia Anda ada yang sekitar 40, 50 dan 60 tahun
bukan? Jika ada di antara pak Pendeta yang hapal satu lembar saja
bolak-balik ayat Alkitab tanpa keliru titik dan komanya, saat ini semua
peserta menjadi saksinya, saya kembali masuk agama Kristen lagi!!
Silahkan pak!”
Suasana menjadi lebih tegang. Umat Islam khawatir karena Insan
mempertaruhkan keimanannya demi hafalan sekecil itu. Namun Insan yakin
tak ada yang bisa menghafalnya.
Dan ternyata benar. Wajah-wajah pendeta dan kaum nasrani ini tampak
lesu. Tak ada satu pun yang berani menjawab tantangan Insan. Bahkan
ketika insan menantang seluruh hadirin, tidak hanya pendeta yang berada
di depan. Tak ada yang berkutik.
“Mengapa Al Qur’an mudah dihafal? Karena ia kalamullah. Mukjizat.
Mengapa tak ada yang hafal Alkitab? Karena ia bukan mukjizat,” demikian
simpul Ihsan sembari menjelaskan bahwa cetakan tahun berapapun dan di
negara manapun, Al Qur’an pasti sama. Ketika satu negara mengadakan
musabaqah tilawatil Qur’an dan didengar penduduk negara lain, niscaya
bisa diikuti dan dinilai bacaan itu benar atau salah.
akhirnya kesimpulan Ihsan itu membawa kegetiran tersendiri bagi orang-orang yang tak suka mendengarnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar